Selasa, 30 Agustus 2011

Refleksi Takbiran Idul Fitri

Oleh Kawe Shamudra
Anggota Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Batang, Jawa Tengah


Perayaan Idul Fitri dalam konteks keindonesiaan saat ini memiliki pesan strategis terkait kondisi moralitas bangsa yang karut-marut. Bangsa ini nyaris kehilangan roh kesucian karena terlampau banyak menghianati agama. Tragisnya, fakta demoralisasi justru dipertontonkan sendiri oleh para elite bangsa. Mereka tanpa malu lagi menunjukkan kebebalan di depan publik lewat aksi kejahatannya. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan menjadi penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Ironisnya, para pelakunya mengaku beragama Islam.

Merebaknya kasus korupsi, riba, perzinaan, pertengkaran antarkelompok, ritual sesat, dan kejahatan lainnya menjadi sinyal kuat betapa moralitas telah terkontaminasi berbagai kebusukan tingkah laku manusia. Keterpurukan moral terjadi karena ajaran agama tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Agama yang semestinya menjadi benteng moralitas hanya dijadikan lipstik kehidupan. Iman sebatas diikrarkan dalam lisan dan dijadikan sumber wacana, tidak menjadi spirit atau rujukan dalam perjuangan hidup. Bahkan, agama dipisahkan dari kehidupan sosial, politik, dan demokrasi.



Demokrasi pun menjelma sebagai alat pembenaran terhadap tindakan tercela, bukan untuk tujuan mencari kebenaran yang sesungguhnya. Segala sesuatu jika didukung banyak orang dikatakan sebagai kebenaran. Sementara kebenaran hakiki yang datang dari Tuhan cenderung diabaikan karena hanya disuarakan oleh kelompok minoritas. 

Akibatnya, kehidupan berjalan liar dan hanya menuruti syahwat kesenangan. Cahaya nurani menjadi redup bahkan nyaris padam dari sisi kehidupan.  Banyak persoalan publik yang tidak tertangani secara adil. Upaya penyelesaian masalah justru menghadirkan masalah baru. Akar penyelewengan terhadap ajaran Islam adalah bengkoknya akidah, ditandai merebaknya syirik terselubung.

Ali Syari'ati mengingatkan adanya bahaya syirik modern bahwa musuh kita yang sebenarnya bukanlah kelompok bersenjata atau prajurit, melainkan sebuah sistem, emosi, pikiran, hak milik, gaya hidup, kolonialisme, kebudayaan, penipuan agama, birokrasi, teknokrasi, otomisasi, egoisme, rasisme, dan kapitalisme yang saat ini telah menjadi selubung kemusyrikan.
 
Takbiran

Idul Fitri merupakan momentum untuk memperbaiki keadaan. Selepas bulan Ramadhan, lahirlah manusia-manusia berjiwa suci dan kembali pada agamanya. Idul Fitri bermakna kembali pada kesucian secara lahir ataupun batin, sebagai barometer kesuksesan menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Hal tersebut ditandai munculnya jiwa yang bersih dan damai serta hati jernih jauh dari prasangka dan niat jahat, dan diwujudkan lewat tindakan mulia berupa amalan kebajikan yang didasari rasa keadilan, persaudaraan, perdamaian, dan kasih sayang berlandaskan ajaran Islam.

Ajaran agama merupakan benteng moralitas dan dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan segala persoalan sosial dan politik. Maka, diperlukan semacam gerakan dakwah membangun kesadaran moral bangsa. 

Suara takbiran yang berkumandang di sepanjang malam menjelang 1 Syawal sesungguhnya merupakan seruan kepada seluruh umat agar kembali pada tauhid, pengesaan Tuhan. Imbas dari pengamalan tauhid diharapkan dapat menggerakkan para pemeluknya untuk membersihkan kehidupan kebangsaan dari pencemaran moral.  Kumandang takbir bukan sekadar ritual tahunan yang kosong makna, sebab di dalamnya tersirat ajakan untuk kembali pada tauhid dan pengagungan kepada Tuhan penguasa alam semesta. Ini merupakan saat yang tepat bagi kaum Muslim untuk melepas energi negatif kemusyrikan yang bersemayam dalam jiwa. 

Gema takbir, tahlil, dan tahmid diharapkan menghadirkan efek positif bagi orang yang beriman kepada Allah untuk kembali ajaran-Nya, tidak hanyut dalam kesibukan dan keasyikan dunia. Pun mengingatkan manusia untuk kembali pada kesucian dan kebenaran serta meninggalkan kesesatan untuk meraih kemenangan, meskipun orang kafir tidak menyukainya.

Lafal-lafal takbir memiliki kekuatan dahsyat, tidak saja dari sisi kesyahduan nadanya yang mengharukan, tapi juga untaian kalimatnya yang mampu menyentuh relung batin, mampu meluluhkan kesombongan dan membangkitkan kesadaran. Kekuatan rahasia tersebut senantiasa mengingatkan kita akan kepalsuan segala klaim keduniawian. Di jagat semesta ini hanya ada satu Tuhan Yang Mahabesar, yang pantas disembah dan diikuti ajaran-Nya. Tidak ada ajaran yang dapat membahagiakan kecuali ajaran tauhid.

Republika. online 30 Agustus 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar