Sabtu, 09 Juli 2011

Jalan Dakwah Zainuddin MZ

Miqdad Husein
Deklarator PPP Reformasi (PBR)
Mantan wakil Sekjen PBR


Sebagai salah satu pendiri PPP Reformasi (belakangan berubah menjadi Partai Bintang Reformasi), saya agak lama bersentuhan dengan kehidupan KH Zainuddin MZ. Dari sejak masih menjadi wacana pembentukan partai sampai beliau mundur dari dunia politik, ada sekitar empat tahun saya berkomunikasi, berbincang, bercanda, kadang berdebat, bersitegang, dan beradu cerita dengan beliau.

Empat tahun bersama beliau, membawa saya pada sebuah pemahaman dan persepsi beliau secara lebih utuh hing ga tak hanya atas dasar lintasan pengenalan melalui televisi, kaset, VCD, ataupun melalui suaranya yang mudah terdengar dari radio. Dalam kurun waktu itu, saya bisa menyelami lebih dalam apa sesungguhnya yang menjadi pemikiran dan konsen beliau terkait persoalan umat yang kompleks di negeri ini.


Dai fenomenal

Jika ada penahbisan raja dalam dunia dakwah, KH Zainuddin Muhammad Zein, yang lahir di Jakarta, 2 Maret 1951 ini pantas disebut sebagai raja dakwah di negeri ini. Pengaruh beliau tak hanya dari materi dakwah pada umat Islam, tapi gaya, suara, dan intonasi pun memengaruhi para dai muda saat tampil di hadapan para jamaah. Saya pernah menjumpai seorang dai muda yang penampilan giginya dipermak agar suara yang keluar sama dengan suara KH Zainuddin. Luar biasa.

Sulit mengingkari fakta bahwa KH Zainuddin MZ adalah dai fenomenal di negeri ini. Beliau mewarnai dengan sangat spesial dunia dakwah dalam kurun waktu tergolong sangat lama, lebih dari tiga dasawarsa. Bisa jadi, tak ada pendakwah yang mengelilingi pelosok negeri ini sesering dan seluas yang dilakukan oleh KH Zainuddin. Bahkan, ketika tingkat keaktifan beliau berdakwah menurun, tak ada dai yang mampu mengisi kekosongan itu. Sekalipun tampil tak terlalu sering, sejak awal 2000-an beliau tetap setiap tampil dalam satu acara dan masyarakat yang hadir tak pernah sepi.

Yang menarik, sudah jadi rahasia umum, banyak dai saat berceramah kedodoran di tengah jalan hingga jamaah berpaling atau pulang duluan. Kadang, karena penampilan kurang menarik, menjelang akhir ceramah, jamaah sudah tersisa kurang dari 30 persen. Jangan pernah berpikir bahkan bermimpi kejadian sejenis terjadi pada penampilan KH Zainuddin MZ.

Di saat usia mulai menguras energi beliau, belakangan ini pun jarang dan bahkan nyaris tak pernah terjadi, jamaah pendengar ceramah pulang duluan. Yang sering terjadi, KH Zainuddin 'dipaksa' jamaah memperpanjang ceramahnya.                         

Pernah dalam satu perhelatan Maulid Nabi Muhammad di salah satu pengurus DPP PBR di Jakarta, panitia kurang koordinasi. Saat beliau baru naik podium, panitia mengeluarkan konsumsi hingga konsentrasi undangan pecah. "Waduh, kalah kalau saya harus bersaing dengan nasi kebuli. Gini aja. Saya turun dulu atau saya ngomong sebentar saja, barang lima sampai 10 menit. Saya ngomong dulu sebentar yah, panitia istirahat dulu."

KH Zainuddin pidato lima menit di hadapan massa? Mana ada. Tak ada undangan yang bergerak. Semua seakan lupa pada nasi kebuli yang menggoda itu. Semua terpesona dengan ceramah KH Zainuddin yang berdurasi sekitar 90 menit, bukan lima menit!

Boleh saja, seorang pakar komunikasi menyindir beliau terkesan laiknya selebritas. Ini pandangan selintas tentang sisi kehidupan beliau, yang kurang menyentuh totalitas kehidupan beliau. Aura selebritas sebenarnya tercipta karena proses sosial ketika popularitas serta kecintaan para jamaah sangat luar biasa kepada KH Zainuddin MZ.

Kadang, ada yang berpikir sulit menjumpai beliau. Ini bisa dipahami, bukan karena beliau sulit ditemui, melainkan karena luar biasanya jamaah yang mengerumuni beliau hingga tak mudah mendekati beliau. Kenyataannya, KH Zainuddin dalam keseharian sangat-sangat bersahaja dan tanpa ada sedikit pun batas ataupun pembatasan.

Pernah sekali waktu, saat berbincang berdua, beliau terang-terangan mengatakan tak punya privasi sehingga tak bisa berjalan di keramaian secara santai. Kemanapun pergi, selalu dikerumuni para jamaah. Karena itu, bukan hal luar biasa, kalau memasuki arena pengajian di tempat terbuka, beliau sering kali menyamar atau menutupi penampilannya agar langsung dapat masuk ke ruang panitia pelaksana.

Sulit mengingkari, dunia dakwah sejak beliau tampil memang berubah menjadi bergairah. Dakwah tak lagi berada di tempat-tempat sederhana dengan lapisan jamaah kaum sarungan. KH Zainuddin, bersama Kosim Nurseha dan beberapa dai segenerasinya, secara cerdas dan piawai membawa dakwah ke semua lapisan, dari kalangan sarungan sampai kalangan berdasi. Dari musala sampai hotel-hotel berbintang dan gedung-gedung mewah.

Beberapa cendekiawan Muslim pernah memberi pandangan bahwa umat Islam Indonesia masih berada pada garis intelektual yang perlu diperbaiki jika dakwah masih menggemari gaya show massal seperti di era KH Zainuddin. Pendapat ini bisa dipahami, termasuk oleh KH Zainuddin MZ sendiri, yang pernah menuturkan bahwa setiap usai ceramah selalu berusaha menyempatkan bertemu dengan para ulama setempat. "Saya hanya memberi semacam stimulus, daya kejut. Untuk berikutnya, diperlukan pembinaan intens dan terus-menerus oleh ulama-ulama setempat," katanya sekali waktu.

Naluri politik

Lepas dari persepsi salah, yang menganggap wilayah politik bukan tempat para kiai dan ulama, karena agama Islam tak pernah membedakan agama dan politik, dunia beraroma kekuasaan itu sebenarnya bukan arena asing bagi KH Zainuddin MZ. Di era Orde Baru, pada 1977, beliau sudah jadi jurkam PPP. Lalu karena iklim politik, beliau sementara konsentrasi berdawah. Namun, terjun langsung sebagai politikus yang aktif di partai politik dimulai pasca-Pemilu 1999.

Titik berangkat beliau menggeluti dunia politik yang menarik bukan karena ambisi kekuasaan. KH Zainuddin terjun ke dunia politik berangkat dari kegelisahan dan keprihatinan mengapa partai politik Islam tidak bisa meraih kemenangan. Mengapa partai Islam tidak bisa menjadi yang terbesar di negeri ini.

Secara terbuka, beliau selalu mengatakan, partai Islam cenderung kurang 'gaul', kurang dikelola layaknya sebuah partai modern. Ada kecenderungan, partai politik dikelola seadanya, yang hanya mengandalkan karisma seseorang. "Figur itu penting, benar. Tapi, diperlukan pula manajemen dan pembenahan infrastruktur, termasuk yang utama kaderisasi." Namun tampaknya, dunia politik praktis bukan wilayah yang pas bagi beliau. Dunia dakwah dan high politics (lewat pesan moral dan kontrol sosial pada kekuasaan) agaknya lebih membuat beliau tenang.

Republika. online 7 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar