Jumat, 01 April 2011

Film dan Karakter Bangsa

Bangsa yang besar memiliki karakter yang kuat. Bangsa Jepang terkenal ulet, tangguh, tidak kenal lelah, dan memiliki semangat martir yang tinggi. Karakter itulah yang membentuk Jepang seperti sekarang ini, menjadi negara tangguh dan disegani bangsa-bangsa lain. Tak heran jika produser Hollywood kemudian menampilkan karakter ini dalam film-film yang kemudian laris manis di seluruh dunia. Sebut saja film “The Last Samurai”.

Film “King Arthur” menggambarkan betapa kuatnya karakter pantang menyerah orang-orang Inggris hingga meraih apa yang diinginkan. Kita juga menyaksikan betapa jati diri bangsa Skotlandia terekam begitu hebatnya dalam film “Braveheart”. Bagaimana para kesatria Skotlandia mengajarkan nilai-nilai luhur nenek moyang mereka untuk menjadi seseorang yang disegani meski dilawan habishabisan oleh Raja Inggris Edward I.

Karakter bangsa bisa disebarkan melalui film. Jati diri dan kebanggaan sebagai sebuah bangsa bisa diturunkan kepada seluruh anak bangsa melalui cerita-cerita indah yang mengesankan lewat sinema. Israel, Amerika, Inggris, Cina, India, Skotlandia, hingga Prancis sudah melakukan itu melalui saluran komunikasi film yang dianggap sangat efektif membentuk persepsi masyarakat luas atas satu nilai tertentu.

Bagaimana dengan negeri kita? Kita memiliki industri film yang berkembang hebat. Tetapi, kemajuan itu belum menunjukkan jati diri sebagai bangsa besar. Film-film kita masih bercerita roman picisan, seks, hantu, dan perselingkuhan. Sementara gambaran orang Indonesia sebagai bangsa yang kuat, toleran, pantang menyerah, dan ber budaya belum terlihat secara utuh dan sistematis.

Film memang industri. Tetapi, bukan berarti para kreatif pembuat film menjajakan cerita-cerita sampah kepada publik, dengan menjual kemolekan tubuh wanita cantik dan seksi hingga bertebarannya hantu-hantu di gedung-gedung bioskop.

Kita tidak ingin karakter bangsa yang terbentuk adalah citra sampah: orang Indonesia identitik dengan takhayul, porno, dan murahan. Sementara karakter yang lain terkubur bersama puing-puing idealisme yang hilang.

Hari ini, setiap 30 Maret, kita merayakan Hari Film Nasional. Hal ini bisa dijadikan tonggak kebangkitan film-film nasional yang mampu memosisikan dirinya sebagai public relations bangsa, mencitrakan karakter bangsa sesungguhnya. Kita tidak ingin menjadi pengemis intelek yang menjelek-jelekkan bangsa seperti yang dilakukan banyak orang demi menengguk donasi asing dengan menjual kebobrokan kita.

Kita berharap para sineas memiliki kesadaran untuk membangun jati diri bangsa, yang bisa dieksploitasi dari beragam pandangan yang berkembang. Kita juga berharap film-film nasional bernuansa lokal lebih kental dibanding meniru habis film-film Hollywood atau Hong Kong.

Film-film yang menggambarkan Islam yang tumbuh pun harus menjadi perhatian kita semua. Tentu, dukungan pemerintah akan sangat ber arti atas maju-mundurnya perfilman nasional. Selamat Hari Film!

Republika online Rabu, 30 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar