Telur merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber gizi hewani lainnya. Selain itu, telur praktis dan mudah dimasak dan bisa diolah menjadi berbagai macam hidangan. Karena inilah telur menjadi bahan pangan pilihan yang hampir selalu ada di rumah-rumah.
Namun, kandungan gizi telur yang tinggi tidak hanya bermanfaat bagi manusia, tetapi juga menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri khususnya bakteri Salmonella enteriditis. Bakteri Salmonella tersebar luas di alam dan mudah menyebar. Bakteri ini bisa ditemukan dalam saluran pencernaan manusia dan binatang. Bakteri Salmonella dapat menggandakan diri pada suhu 5-60 0C. Bakteri Salmonella tunggal dapat menggandakan diri menjadi lebih dari satu juta dalam enam jam.
Salmonella menyebabkan penyakit yang disebut salmonellosis yang ditandai dengan gejala-gejala seperti demam, sakit kepala, diare, kram perut, mual-mual, dan muntah yang bisa muncul dalam 6-72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi Salmonella. Gejala-gejala ini biasanya berlangsung satu hingga dua hari pada orang yang sehat. Salmonellosis jarang bersifat fatal, tetapi bisa menimbulkan komplikasi serius khususnya pada anak-anak, wanita hamil, kaum lanjut usia, dan orang-orang yang memiliki masalah dengan sistem kekebalan tubuh seperti penderita AIDS, kanker, dan diabetes.
Sebetulnya secara alami telur memiliki berbagai perintang untuk mencegah masuk dan tumbuhnya bakteri. Struktur membran kulit telur membantu mencegah lolosnya bakteri. Membran kulit telur juga mengandung lysozyme yang membantu mencegah infeksi bakteri. Kekuatan dan ketebalan kulit telur menjadi pelindung isi telur dari serangan-serangan dari luar. Dalam kondisi lingkungan yang baik dan kulit tetap utuh, isi telur akan terlindungi dari serangan mikroba. Namun, apabila ada sedikit saja keretakan atau lubang pada kulit telur, isi telur menjadi rentan terserang mikroba.
Lapisan putih telur bersifat alkalis dan membuat makanan dalam bentuk yang dibutuhkan bakteri menjadi tidak tersedia sehingga bakteri cenderung tidak tumbuh. Putih telur yang kental mengurangi pergerakan bakteri. Lapisan terakhir putih telur berupa helaian-helaian kental yang memiliki zat-zat perlindungan berkonsentrasi tinggi dengan sedikit kandungan air yang dibutuhkan bakteri. Lapisan ini menahan kuning telur tetap di tengah telur dan memperoleh perlindungan maksimum dari lapisan-lapisan lainnya. Namun, seiring dengan bertambahnya usia telur, putih telur menjadi lebih encer dan membran kuning telur melemah. Hal ini memungkinkan bakteri masuk ke kuning telur yang kaya nutrisi. Isi telur sempat dianggap hampir steril, namun ternyata bakteri Salmonella enteriditis bisa masuk sampai ke dalam.
Risiko terkena penyakti salmonellosis dari terlur yang terkontaminasi relatif rendah. Di Amerika Serikat (AS) misalnya, para ilmuwan memperkirakan secara rata-rata di seluruh AS terdapat kemungkinan satu telur dari setiap 20.000 telur mengandung bakteri Salmonella.
Namun ini tidak berarti ancaman Salmonella yang berasal dari telur bisa diabaikan. Baru-baru ini AS --yang memiliki berbagai peraturan untuk menjaga keamanan telur seperti The Egg Product Inspection Act dan The Egg Safety Rules-- dilanda wabah salmonellosis yang berasal dari telur. Ratusan orang terkena wabah ini, sehingga dilakukan penarikan ratusan juta telur dari pasaran.
Pencegahan kontaminasi telur oleh bakteri Salmonella harus bersifat menyeluruh mulai dari peternakan hingga konsumen akhir. Untuk menghindari penyakit karena bakteri, sebaiknya telur disimpan pada suhu dingin, memasak telur atau makanan yang mengandung telur sampai benar-benar matang. Selalu menjaga kebersihan telur, tangan, dan peralatan yang digunakan untuk mengolah telur dan membuang telur yang kulitnya retak atau pecah. (Akhmad Taufik, alumnus Teknologi Pangan Unpad) **
Pikiran-rakyat.com
Kamis, 28 Oktober 2010
Pikiran-rakyat.com
Kamis, 28 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar