Selasa, 18 Mei 2010

DAKWAH

DAKWAH BERBASIS RISET
Oleh: Muhbib Abdul Wahab

Artikel Tarmizi Taher, 'Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat', yang dimuat harian ini pada Sabtu, 26 September lalu, cukup menggugah dan menarik. Menggugah pemikiran karena ada sejumlah ide yang 'memprovokasi' kita untuk bergerak dan beraksi memberdayakan masyarakat. Menarik karena ranah dakwah dibuka luas, tidak terbatas pada dakwah verbal dan dakwah aktual, tapi juga dakwah sosial dan dakwah kultural.

Dakwah Islam sebagai 'aksi individual' sudah digeluti umat Islam Indonesia sejak awal masuknya di wilayah nusantara. Dakwah juga telah menjadi profesi yang hampir menyamai dunia keartisan. Tapi, dakwah sebagai aksi kolektif yang terprogram dan ter-manage dengan profesional tampaknya belum mendapat perhatian yang serius dari banyak pihak, termasuk kalangan akademisi Muslim. Dakwah di Indonesia juga belum dikembangkan sebagai ilmu secara optimal, meskipun di beberapa UIN dan IAIN, sudah berdiri Fakultas Dakwah.

Oleh karena itulah, dinamika dakwah cenderung berjalan menurut 'selera pasar', bukan menurut paradigma keilmuan yang kokoh dan visi misi Islam sebagai rahmatan lil alamin . Para da'i, termasuk da'i selebriti atau selebriti da'i, cenderung mengedepankan penampilan sebagai intertainer, daripada menginternalisasikan pesan dan pelajaran substantifnya. Kultur masyarakat kita juga cenderung menyukai hiburan sehingga dakwah bernuansa hiburan atau hiburan yang dilabeli dakwah lebih marak daripada dakwah edukatif, humanis, dan inspiratif.

Dakwah Berbasis Riset

Tantangan dakwah di era globalisasi ini dipastikan semakin berat. Masyarakat dihadapkan pada pergeseran nilai akibat kemajuan sains dan teknologi. Materialisme, kapitalisme, sekularisme, permisivisme, liberalisme, dan hedonisme merupakan ideologi yang selalu mengepung dan meninabobokan pola pikir masyarakat. Sementara itu, lembaga pendidikan dewasa ini belum sepenuhnya berdaya dan berhasil membekali dan membentengi para peserta didiknya untuk menangkal dampak negatif dari pola pikir ideologi tersebut. Bahkan, sebagian lembaga pendidikan larut dalam apa sering disebut sebagai 'komersialisasi pendidikan' sehingga sebagian institusi pendidikan sudah berideologi kapitalis dan materialis.

Sebagai negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, masyarakat Muslim Indonesia idealnya mampu menggerakkan roda dakwah komunal, bukan sekadar dakwah individual ke arah dakwah berbasis riset (DBR). DBR bukan sekadar menyampaikan dakwah kepada sasaran dakwah ( mad'u ), tapi merupakan dakwah yang dilandasi hasil-hasil riset, penelaahan, dan pengkajian materi dakwah secara akademik dan komprehensif. DBR didesain menurut teknologi dakwah: rancang-bangun dakwah yang bersendikan ilmu dakwah (dan komunikasi), materi, metode, dan media dakwah yang tepat dan efektif. Selain itu, DBR juga menghendaki standardisasi dan profesionalisasi, tidak sekadar keberanian tampil dengan modal seadanya dan tidak dilandasi hasil-hasil riset yang memadai.

Standardisasi dan profesionalisasi dakwah boleh jadi menimbulkan kontroversi karena tugas 'berdakwah' itu pada umumnya dipahami sebagai hak publik (umat Islam). Namun demikian, sebagaimana sistem pendidikan, dunia dakwah juga harus dikelola dan dikembangkan menurut standar keilmuan dan profesi secara baik dan benar. Tujuan, kurikulum (kompetensi dan materi), pendekatan, metode, dan media dakwah perlu dirumuskan sesuai dengan kelayakan, kepatutan, dan kebutuhan.

Untuk merealisasikan DBR, diperlukan adanya keseriusan berbagai pihak, terutama para da'i dan ilmuwan dakwah, untuk memetakan dan mendesain masa depan dakwah di Indonesia dengan mengoptimalkan fungsi lembaga dan fakultas dakwah sebagai pusat studi atau penelitian dan pengembangan dakwah Islam. Kolaborasi dan sinergi berbagai organisasi sosial keagamaan, seperti Muhammadiyah dan NU, dalam menata ulang sistem DBR menjadi sangat relevan dan strategis karena masing-masing organisasi tersebut memiliki dan membina segmen komunitas mad'u yang relatif tidak sama. Demikian pula, kerja sama yang berorientasi pada pengembangan riset dakwah antara perguruan tinggi Islam (Fakultas Dakwah) dengan lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta perlu diinisiasi dan digerakkan.


Pendidikan kemandirian
DBR adalah bank informasi dan materi dakwah amar ma'ruf nahi munkar sekaligus strategi dan media komunikasi bagi siapa pun yang menekuni dakwah. Sebagai bank, DBR harus mempunyai lembaga (wadah organisasi) yang menghimpun dan mengoptimalkan tenaga-tenaga peneliti dakwah dalam mengembangkan sumber daya dakwah, termasuk informasi dan materi dakwah. Sebagai strategi, DBR harus menjadi komitmen setiap da'i dalam menjalankan profesinya sebagai da'i. Dan, sebagai media komunikasi, DBR idealnya memainkan peran penting sebagai 'jembatan penghubung' antarkomunitas da'i dalam mengembangkan dan memutakhirkan materi, metode, teknologi, dan media dakwah.

Jika dicermati, aset dan sumber daya dakwah dewasa ini relatif cukup kaya. Khazanah dakwah mengenal model dakwah ESQ 165 Ary Ginanjar Agustian yang cukup sukses melatih dan melejitkan kecerdasan emosional dan spiritual para eksekutif, pegawai, dan berbagai kalangan terpelajar. Ada ustaz Jefri Al Buchori (Uje) yang terampil berdakwah di kalangan anak-anak muda dengan pendekatan popnya. Ada juga ustaz Yusuf Mansur yang sangat getol mengajak masyarakat untuk gemar bersedekah, dan menjadikannya sebagai langkah jitu untuk mengembangkan kemandirian ekonomi umat.

Model dakwah AA Gym yang santun dan menyejukkan juga merupakan aset dakwah yang dapat memperkaya khazanah sumber daya dakwah. Ada pula Mario Teguh dengan model komunikasi dakwahnya yang cenderung menggunakan bahasa universal dan bahasa filosofis. Penting juga disebut di sini, Muhammad Syafi'i Antonio yang penguasaan materi dakwah dan kefasihannya berbahasa Arab (dan juga Inggris) perlu ditiru oleh da'i-da'i yang lain. Dan tentu saja, Pak Quraisy Shihab, dengan Tafsir al-Misbah -nya juga penting diteladani dalam pengembangan DBR.

Semua da'i yang disebut di atas, dan masih banyak lagi termasuk kalangan da'i-da'i dari kalangan perguruan tinggi Islam dan organisasi sosial keagamaan, memiliki kekhasan dan kelebihannya sendiri-sendiri. Semua juga menempuh khittah -nya sesuai dengan 'pangsa pasar' masing-masing. Sungguh menarik dan strategis jika mereka semua bisa duduk bersama untuk menyinergikan segala potensi yang ada demi merancang masa depan sistem dakwah yang mampu melahirkan kemandirian umat, khususnya di bidang sosial ekonomi.

Jika semua aset dan sumber daya dakwah tersebut dipertemukan dan disinergikan untuk mengembangkan model dakwah yang dapat memberdayakan masyarakat--meminjam istilah Tarmizi Taher niscaya lokomotif dan bank dakwah di Indonesia akan semakin mampu menarik gerbong umat menuju kemandirian. Oleh karena itu, semua da'i perlu memahami dan mengaktualisasikan pendidikan kemandirian dalam aktivitas dakwahnya sehingga komunitas madu menjadi berdaya.

Pendidikan kemandirian merupakan misi profetik para Rasul. Dengan modal dasar tauhidullah (pengesaan Allah), Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW, misalnya, membebaskan masyarakatnya dari ketergantungan hidup kepada selain Allah. Dengan tauhidullah pula, masyarakat diserukan untuk tidak percaya kepada para dukun, tukang ramal, berhala politik, dan tuhan-tuhan palsu lainnya yang menyesatkan dan memperdayai. Jadi, tauhidullah harus ditindaklanjuti dengan tauhid al-ibadah (unifikasi ibadah) dan tauhid al-ummah (penyatuan umat) menuju pembentukan khaira ummah (umat terbaik) yang selalu tampil membela dan melayani kepentingan umat manusia.

Sejujurnya, bangsa ini, khususnya umat Islam, belum sepenuhnya berkomitmen iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in (hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu pula kami memohon pertolongan), sehingga terkadang mudah menggadaikan kemandiriannya kepada bangsa lain, lebih-lebih ketergantungannya kepada selain Allah.

Penulis: Dosen Pascasarjana UIN Jakarta
Sumber: Harian Republika, Rabu 07 Oktober 2009

Senin, 17 Mei 2010

Pengumuman UAS

Assalamu'alaikum Wr., Wb.,
Diberitahukan kepada Seluruh Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung bahwa Ujian Akhir Semester (UAS) diselenggarakan tanggal 7 s.d 18 Juni 2010, oleh sebab itu kartu Hak Ujian dapat diambil mulai tanggal 1 s.d 5 Juni 2010 di jurusan masing-masing pada jam kerja.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Sabtu, 15 Mei 2010

Pengumuman Tugas KPI

Assalamu'alaikum Wr.Wb.,

Kepada seluruh mahasiswa KPI semester IV Fak. Dakwah & Komunikasi UIN Bandung yang mengambil mata kuliah pertekom harap segera membuat blog paling lambat tanggal 31 Mei 2010 dan jika sudah silakan kirimkan alamat blognya ke iwanfidkombdg@gmail.com. Adapun ketentuannya sebagai berikut :
  1. Desain Tampilan dan warna yang selaras
  2. Materi/content blog yang berisi : materi ceramah/dakwah, info kegiatan dakwah, dan lain-lain
  3. Memasang jam
  4. Memasang kalender
  5. Memasang ucapan selamat datang
  6. Memasang visitor counter
  7. Menampilkan blog teman
  8. Memasang status on line YM
  9. dan lain-lain yang dapat mendukung blog anda
Terimakasih wassalamu'alaikum wr.wb.